Setelah mengujungi sekolah sasaran program literasi beberapa waktu lalu di SD Inpres 12 Timika dan SD Inpres 9 Timika, Tim Pengarah Pendidikan (TPP) Program Literasi  Kabupaten Mimika kembali melakukan kunjungan. Kali ini tim mengunjungi SD YPPK Santo Linus di Kampung Ipaya, Distrik Amar, Selasa (28/2).  

Literasi adalah program kerja sama Dinas Pendidikan Dasar dan Kebudayaan (Dispendasbud) Kabupaten Mimika, Unicef dan Yayasan Pembangunan Pendidikan  dan Kesehatan Papua (YP2KP) sebagai pelaksana program dan didukung Pemerintah Australia. Kunjungan tersebut didampingi Facilitator Community Unicef Thomas Tupeng Lamatapo. 

Kunjungan ini bertujuan untuk memantau secara langsung proses pengembangan program  literasi, kendala-kendala yang dihadapi dalam pengembangan program literasi dan  proses pembelajaran di sekolah sasaran program.

“Program ini sangat baik, cuma kendala paling besar yang kami hadapi di sini adalah ketidakhadiran siswa. Siswa di sini sangat malas datang ke sekolah. Di kampung ini juga orangtua paling malas untuk memotivasi anaknya untuk datang ke sekolah,” ungkap guru SD YPPK Santo Linus Ipaya,  Hendrik Patipeilohi, di hadapan tim pengarah pendidikan.

Hendrik mengaku, segala cara telah dicoba untuk mengajak anak-anak agar rajin ke sekolah. Namun, lemahnya motivasi dari orangtua sehingga menjadi penyebab utama anak- anak malas datang ke sekolah.

Hal senada diungkapkan guru yang lain, Yulius Herman. Yulius mengatakan, program literasi sangat baik dan memberikan manfaat yang sangat besar bagi anak-anak. Hadirnya program literasi di sekolah telah membuat anak-anak sudah bisa membaca dan menulis  dengan  baik. Namun kendala utama adalah lemahnya motivasi orangtua dalam mendorang anaknya untuk datang ke sekolah.

“Metode yang diberi oleh Unicef sangat baik. Program literasi ini sangat membantu kami. Tapi yang menjadi kendala adalah lemahnya dukungan orangtua agar anaknya rajin ke sekolah,” ungkap Yulius.

Sementara guru yang lain Shinta meminta YP2KP mendroping Lembaran Kerja Siswa (LKS) dalam jumlah banyak, karena saat ini pihaknya masih kekurangan LKS.

Shinta mengaku, pengembangan program literasi di sekolah tersebut berjalan sangat baik. Hadirnya program literasi telah membuat banyak siswa bisa membaca dan menulis dengan baik.

Menanggapi semua keluhan para guru tersebut, anggota TPP Program Literasi  Petrus Pedro Nong Wawa mengatakan, masalah yang dihadapi para guru di Ipaya sama dengan sekolah-sekolah lain yang  menjadi sasaran program literasi. Lemahnya dukungan orangtua adalah masalah utama yang dihadapi para guru  hampir di semua sekolah daerah pesisir. 

“Hampir semua sekolah yang kami kunjungi mengalami keluhan yang sama. Kami sangat berharap agar para guru terus melakukan pendekatan terhadap para orangtua,” pesannya.

Nong mengatakan, maju mundurnya program literasi tergantung dari tingkat kehadiran siswa di sekolah. Jika tidak ada dukungan dari orangtua maka anak-anak pasti tidak bisa mengikuti pendidikan dengan baik.

“Tujuan kami ke sini mau lihat program literasi itu berjalan baik atau tidak di sekolah ini. Kendala yang kami dapat adalah tingkat kesadaran orangtua masih rendah. Maju mundurnya program literasi ini juga didukung kehadiran siswa. Untuk mengatasi ini, suka tidak suka, dinas harus turun tangan. Kita usulkan harus ada makanan tambahan untuk siswa-siswi agar anak-anak bisa rajin ke sekolah,” kata Nong.

Sementara anggota tim pengarah yang lain, Roma Pandjaitan mengajak seluruh guru di sekolah tersebut untuk tidak menyerah. Para guru harus terus berusaha sehingga kendala tersebut bisa terselesaikan dengan baik. Walaupun itu bukanlah hal yang mudah, namun para guru harus bekerja keras agar masalah tersebut bisa teratasi.

“Kerja keras dari bapak-ibu guru sangat perlu, sehingga anak-anak bisa rajin ke sekolah. Kita sebagai guru harus mencari cara agar menarik anak-anak  hadir ke sekolah. Harus mengajar dengan hati. Bagaimana membuat mereka merasa disayangi, dan harus ada pertemuan khusus dengan orangtua,” pesan Roma.

Fasilitator Community Unicef Thomas Tupeng Lamatapo yang mendampingi tim pengarah pendidikan mengatakan  kunjungan tersebut bertujaan untuk melihat secara langsung proses pengembangan program literasi di sekolah sasaran dan juga melihat serta mendengarkan secara langsung kendala yang dihadapi para guru dalam proses  belajar mengajar.

Terkait permintaan dari para guru tentang sarana pendukung pengembangan program literasi, Thomas mengatakan hal ini nantinya akan menjadi evaluasi oleh pihaknya.

Namun Thomas menegaskan, pendidikan merupakan tanggung jawab bersama. Karena itu ia berharap agar apabila ada hal-hal yang tidak didukung oleh Unicef, maka Dinas Pendidikan Dasar dan Kebudayaan, Pemerintah Kampung dan pihak sekolah dapat mengatasinya.

“Bantuan dari Unicef ini kan sangat terbatas sehingga tidak mungkin mengkover semua kebutuhan sekolah. Karena pemerintah kampung bisa memberikan alokasi dana desa untuk membantu sekolah. Begitu juga dengan sekolah dapat menggunakan dana bos untuk menanggulangi kekurangan di sekolah,” tegas Thomas. (***)