Perpustakaan ramah anak di sekolah tampaknya jadi solusi untuk meningkatkan literasi atau kemampuan baca anak-anak. Karena dari study baseline, kemampuan membaca murid SD kelas 2 dan 3 di Papua masih sangat rendah. Karenanya, UNICEF-DFAT didukung Dinas Pendidikan Dasar dan Kebudayaan (Dispendasbud) Mimika menggelar pelatihan untuk sekolah sasarannya dari tiga kabupaten yaitu Mimika, Jayawijaya dan Biak. Pelatihan dilaksanakan di Hotel Horison Ultima Timika, 11-12 September 2017.
Pelatihan diselenggarakan UNICEF melalui mitranya, Yayasan Pembangunan Pendidikan dan Kesehatan Papua (YP2KP). Pemberi materi adalah Yayasan Literasi Anak Indonesia (YLAI) dari Bali. Pelatihan dibuka langsung oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Mimika, Ausilius You, Senin (11/9).
Salam sambutannya You mengatakan, perpustakaan adalah corongnya pendidikan. Karena dengan perpustakaan, bisa merangsang anak-anak untuk gemar membaca. Karenanya, dirinya sangat mengapresiasi kegiatan pelatihan yang diselenggarakan UNICEF tersebut. Bahkan diharapkan Mimika bisa jadi tempat menggagas ide dan mencari solusi agar anak bisa gemar membaca.
“Soal kurang membaca bukan hal yang baru. Sekarang bagaimana membuat anak-anak memiliki minat baca tinggi dengan perpustakaan. Minat baca, budaya membaca, cinta membaca, kuncinya adalah guru. Karenanya, yang hadir di sini sepulangnya ke tempat masing-masing harus bisa membuat perubahan minat baca,” katanya.
You mengungkapkan, di Papua dan Papua Barat secara umum dan di Kabupaten Mimika secara khusus, minat baca anak harus ditumbuhkan. Karena dengan membaca, bisa membebaskan anak-anak dari kekangan ketertinggalan.
“Gerakan gemar membaca harus dimulai dari Papua. Jika tidak dari Papua, maka masyarakatnya akan terus tertinggal dari daerah lain. Kita di Papua akan kalah dalam era keterbukaan dan era perdaganan bebas ini,” jelasnya.
Program Manajer Literasi YP2KP, Angga Trio Wahana melaporkan, dari penelitian minat baca anak, 48 persen siswa masuk kategori pembaca. Sementara 39 persen diantaranya merupakan pembaca dengan pemahaman terbatas. Selain itu, 56 persen sekolah tidak memiliki ruangan perpustakaan ataupun ruangan bagi siswa untuk melakukan aktivitas membaca. Sebanyak 64 persen siswa menghabiskan waktu kurang dari satu jam perhari untuk aktivitas literasinya (membaca, menulis, mengerjakan tugas-tugas di kelas, dll).
“Oleh sebab itu, peningkatan kemampuan literasi siswa/i di kelas awal sangat dibutuhkan, dan salah satu caranya adalah dengan meningkatkan akses terhadap perpustakaan ramah anak guna membangun kecintaan dan kebiasaan membaca di luar ruang kelas,” ungkapnya.
Angga mengungkapkan, tujuan pelatihan adalah memberikan panduan kepada sekolah dan petugas pustakawan agar dapat memberikan siswa/i akses terhadap bahan bacaan yang berkualitas, dan terhadap aktifitas membaca rutin di perpustakaan sekolah.
“Peserta dari tiga kabupaten tersebut dilatih tentang cara mempersiapkan dan mengelola perpustakaan, serta memastikan perpustakaan yang berfungsi efektif dan berkelanjutan,” ungkapnya.
Sedangkan Program Officer (PO) Unicef Papua, Olivia Waren mengatakan, pengembangan perpustakaan ramah anak dilakukan UNICEF di enam kabupaten sasaran program literasi, yaitu Mimika, Biak, Jayawijaya, Jayapura, Manokwari dan Sorong.
“Setelah pelatihan di Mimika, UNICEF dan YLAI akan berangkat ke Manokwari untuk melatih peserta dari tiga kabupaten lainnya, Jayapura, Manokwari dan Sorong,” jelasnya.
Olivia menjelaskan, berdasarkan penelitian Central Connecticut University, AS tahun 2016, dalam World Most Literation, atau Peringkat Negara Dengan Kemampuan Literasi, Indonesia rangking 60 dari 61 dari negara yang disurvey. Di negara ASEAN Indonesia masuk rangking terbawah bersama Kambojia dan Laos untuk literasi.
“Ada yang perlu kita semua lakukan, baik dari pemerintah daerah, sekolah, warga dan semua masyarakat yang ada. Karenanya, UNICEF sebagai mitra pembangunan mencoba mendorong perpustakaan ramah anak ini,” ungkapnya.
Penasehat Yayasan Literasi Anak Indonesia Aprile Denise mengatakan, YLAI berharap anak-anak diseluruh Indonesia berkesempatan membaca buku-buku menarik dan menyumbangkan cinta pembaca bagi anak-anak. YLAI terus bekerja untuk mengembangkan budaya membaca di Indonesia, melalui pelatihan kepala sekolah dan guru.
“Pelatihan ini selama dua hari kedepan akan berjalan dengan sukses dan melihat kemajuan dari waktu ke waktu untuk implementasikan perpustakaan ramah anak. Kita akan kembali lagi bulan November untuk melihat kemajuan perpustakaan di masing-masing daerah,” jelasnya. (yp2kp)