Para pendamping atau mentor sekolah dari YP2KP mendapat pelatihan aplikasi Evaluasi Diri Sekolah (EDS), di Kantor YP2KP, Jalan Busiri, Timika, Selasa (30/5/2017). Dengan aplikasi tersebut maka sekolah bisa melakukan perencanaan untuk penganggaran maupun kegiatan sekolah.
Sebanyak 11 mentor sekolah model A (bisa ditempuh kendaraan jalur darat) dampingan YP2KP-UNICEF mendapat pelatihan dari Konsultan MBS (Manajemen Berbasi Sekolah) UNICEF Papua, Hendro Yudi.
Kesebelas sekolah itu adalah SD Inpres Timika 9-SP9, SD Inpres Timika 12-SP12, SD Inpres Timika 12-SP 13, SD YPPK Mware, SD YPPK Tipuka, SDN Ayuka, SD YPPK Kaugapu, SD YPPK Hiripau, SD Inpres 1 Pomako, SD Inpres 10 Pomako, dan SDN Pigapu.
Hendro menjelaskan, UNICEF melatih aplikasi EDS agar sekolah dapat mengelola kegiatan dan anggaran sesuai petunjuk teknis (juknis) mencapai standar pelayanan minimal (SPM) pendidikan yang diterapkan pemerintah. Karena di Papua dan Papua Barat, hingga sekarang sebaian besar sekolah belum mencapai SPM. Padahal di daerah lain sudah menerapkan Delapan Standar Nasional Pendidikan.
“Sekolah di Papua daerah perkotaan sudah bisa memenuhi SPM. Tapi sekolah pinggiran, terpencil dan terluar sampai sekarang belum mencapai target SPM. Karenanya, jika sekolahnya belum terakreditasi, saat ujian mereka gabung dengan sekolah induk. Sekolah yang tidak terakreditasi atau belum SPM, maka belum bisa melakukan ujian nasional,” jelasnya.
Hendro mengungkapkan, target yang dilatih menggunakan aplikasi EDS nantinya adalah pengelola sekolah, yaitu kepala sekolah, guru maupun bendahara. Namun, untuk mencapai itu, awalnya UNICEF melatih dulu para pendamping atau mentor. Berdasarkan pengalaman UNICEF, untuk melatih kepala sekolah atau guru membutuhkan waktu. Terlebih bagi kepala sekolah atau guru yang tidak terlalu familiar dengan teknologi.
“Nanti kepala sekolah akan dilatih, tapi berhubung rencana kerja sekolah ini model aplikasi, jadi dilatih dulu tutornya. Supaya saat memberi pelatihan pada kepala sekolah, para mentor bisa mendampingi dengan baik,” ujarnya.
Hendro mengatakan, aplikasi EDS adalah aplikasi yang didesain UNICEF, namun kemudian sekarang digunakan oleh Kementerian Pendidikan. Keuntungan menggunakan aplikasi tersebut, selain mudah pengoperasionalannya, sekolah juga bisa mengetahui dan mengukur data sebelumnya. Data sekolah akan selalu tersimpan.
Lewat aplikasi tersebut, sekolah bisa memetakan atau bisa menilai dirinya, apa yang menjadi kekurangannya. Dengan mengetahui kekurangannya, sekolah bisa merencanakan kebutuhan dan anggaran untuk ke depannya.
“Misalnya, dari aplikasi ini diketahui bahwa sekolah kekurangan kursi. Jadi ke depannya, pengadaan kursi bisa diprioritaskan untuk penganggarannya. Selama ini kebanyakan kepala sekolah tidak tahu anggaran sekolah untuk kebutuhan apa saja. Karena tidak tahu, akhirnya digunakan untuk kepentingan pribadi. Kalau tahu, pasti jelas penggunaannya,” jelasnya.
Hendro menerangkan, ada 13 menu pada Juknis BOS, diantaranya pembayaran guru honor, perbaikan sarana prasarana, pengembangan kapasitas guru, pengembangan kapasitas sekolah, biaya rutin (pembayaran listrik atau internet) dll. Semua ada panduannya. Dengan adanya panduan itu, kepala sekolah tinggal mendistribusikan saja.
“Tapi selama ini yang terjadi, karena tidak tahu, kepala sekolah bingung. Uang untuk apa. Akhirnya banyak dipakai pribadi. Dari aplikasi itu dapat terlihat, dalam setahun, sekolah merencanakan apa, sumber dananya darimana, dan dapat diumumkan pada masyarakat. Sehingga masyarakat bisa tahu kekurangan dana sekolah. Selama ini sekolah tidak pernah sosialisasi penggunaan dana BOS, jadi masyarakat atau orang tua murid menganggap anggaran sekolah aman-aman saja. Padahal bisa ada kekurangan,” terangnya.
Hendro menambahkan, setelah para tutor tersebut dilatih, maka para tutor bisa langsung sosialsiasi dan langsung menerapkan di sekolah. Apalagi saat ini momentumnya tepat, dimana bulan Juli adalah tahun ajaran baru, penerimaan siswa baru. Dengan ajaran baru harus menyusun rencana kerja sekolah.
“Yang kedua untuk merespon dana desa, dimana musrembang distrik biasanya bulan Januari-Februari tahun depan. Berarti November- Desember sudah harus musrembang kampung. Bagaimana caranya sekolah bisa mendapatkan dana desa.Jika hanya mengandalkan dana BOS, tidak cukup untuk operasional sekolah. Terlebih, dana desa tidak bisa cair jika tidak ada anggaran untuk sektor pendidikan dan kesehatan. Jadi dana desa wajib membiayai pendidikan,” pungkasnya. (yp2kp)