Dinas Pendidikan Dasar dan Kebudayan Kabupaten (Dispendasabud) Mimika dan Unicef Papua didampingi Yayasan Pembangunan Pendidikan dan Kesehatan Papua (YP2KP) sebagai mitra pelaksana program literasi melakukan monitoring bersama ke sekolah sasaran program di Distrik Amar. Tim memonitoring SD YPPK Santo Linus di Kampung Ipaya pada Senin (22/5), dan dilanjutkan ke SD YPPK Santo Fransiskus Xaverius di Kampung Amar pada Selasa (23/5).
Kunjungan itu bertujuan untuk memantau secara langsung proses pengembang program literasi , kedala kendala yang dihadapi dalam pengembangan program literasi dan proses pembelajaran di kedua sekolah tersebut. Seperti diketahui bahwa program literasi adalah program kerja sama Dispendasbud Mimika dan Unicef dengan YP2KP sebagai mitra pelaksana program tersebut.
Ikut dalam kunjungan itu yakni Kepala Kantor Unicef Wilayah Papua drg Fransiskus Thio MPPM, Direktur YPPK Tilemans Timika John Giyai, Kasie Sappras Bidang SD Dispendasbud Mimika Andri Patiung dan Program Manajer YP2KP Angga Trio Wahana.
“Hadirnya program baca tulis di kelas awal ini sangat membantu anak-anak. Namun kendala yang kami hadapi adalah lemahnya dukungan orangtua terhadap anak untuk datang ke sekolah. Ini satu kendala yang dihadapi dalam mengembangan program ini,” ungkap Kepala SD YPPK Santo Linus Ipaya, Yakob Iritayan, saat berdsikusi dengan tim Dispendasbud Mimika dan Unicef di Kampung Ipaya, Senin (22/5).
Yakob mengaku sudah berupaya semaksimal mungkin memberikan pemahaman kepada para orangtua agar memiliki kesadaran untuk terus mendorong anak bersekolah. Namun hingga kini orangtua masih mengajak anaknya untuk pergi mencari karaka dan meninggalkan sekolah hingga berminggu-minggu.
Selain itu, sebut Yakob, rata-rata anak yang datang ke sekolah tidak diberi makan oleh orangtua mereka, sehingga anak tersebut tidak bisa fokus dalam mengikuti kegiatan belajar. Yakob mengatakan, pihaknya tidak bisa melarang ketika anak-anak merasa lapar dan memilih untuk pulang dan tidak bisa mengikuti proses belajar.
“Anak-anak ke sekolah biasa tidak makan, sehingga sampai di sekolah anak-anak cepat lapar dan meminta izin untuk pulang. Guru tidak mungkin melarangnya pulang, karena memang anak-anak lapar,” kata Yakob.
Lemahnya kesadaran orangtua dalam mendorong anak untuk bersekolah juga disampaikan Kepala Kampung Ipiri Ludovikus Mairapea. Ia mengaku sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mendorong orangtua agar memotivasi anak-anaknya untuk bersekolah. Namun apa yang disampaikanya itu tidak direspon oleh para orangtua, sehingga masih banyak orangtua yang betul-betul menjadi sangat apatis terhadap pendidikan anak-anaknya. “Saya selalu sampaikan pengumaman bahakan setiap hari minggu saya selalu sampaikan di gereja namun tak di hiraukan,” tutur Ludovikus.
Keluluhan akan lemahnya motivasi orangtua mendorong anak-anaknya untuk datang ke sekolah juga disampaikan oleh para guru SD YPPK Santo Fransiskus Xaverius Kampung Amar saat tim berkunjung ke sekolah itu, Selasa (23/5).
“Program ini sangat membantu anak-anak kami, namun yang menjadi kendala sehingga program ini tidak bisa berkembang dengan baik karena masih banyak anak anak yang di bawa sama orang tuanya untuk pergi mencari dan meninggalkan sekolah sehingga tidak dapat mengikuti program baca tulis dengan baik,” kata Wakil Kepsek SD Fransiskus Xaverius Kampung Amar Enggelbertus Wakia saat tatap muka bersama tim yang berkunjung ke sekolah tersebut.
Wakia mengaku sudah berusaha maksimal untuk memberikan pemahaman kepada para orangtua mengenai pentingnya pendidikan bagi anak-anak. Namun, apa yang disampaikan oleh pihaknya, sedikitpun tak pernah didengar dan dilaksanakan oleh para orangtua.
Menanggapi keluhan-keluhan tersebut, Kepala Kantor Unicef Wilayah Papua drg Fransiskus Thio mengajak para guru agar lebih sabar lagi dan jangan menyerah untuk membuat satu perubahan. Thio mengatakan, masalah tersebut adalah hal yang sulit, karena sejumlah sekolah di pesisir mengalami hal yang sama yakni lemahnya motivasi orangtua dalam mendorong anak mereka untuk datang ke sekolah dan mengikuti proses belajar mengajar.
“Ini bukankanlah hal yang mudah. Namun kalau kita cuma mengeluh, maka hal ini tidak akan mengubah keadaan. Perubahan itu dimulai dari tindakan-tindakan kecil. Terus bangun komunikasi yang baik bersama orangtua,” pesan Thio.
Thio mengatakan, perlu ada kerja sama yang baik para guru bersama orangtua dan seluruh pemangku kepentingan agar masalah tersebut bisa diatasi secara baik. “Pemerintah perlu intervensi terhadap pendidikan. Kalau anak-anak tidak sekolah, maka perlu ada aturan atau sanksi bagi orangtuanya. Ini sebatas usulan saja,” kata Thio.
Thio mengatakan, kenapa program literasi ini harus hadir di Papua, karena berdasarkan survey yang dilakukan Unicef bahwa kemampuan membaca anak-anak di Provinsi Papua berada di peringkat paling bawah dari 34 provinsi di Indonesia. “Kalau anak-anak tidak membaca dengan baik, maka anak-anak kita tidak akan berkembang dengan baik,” kata Thio.
Direktur YPPK Tilemans Timika John Giyai mengajak seluruh orangtua agar pentingnya mendorong anak untuk datang ke sekaloh dan mengikuti proses belajar mengajar. “Kami sudah mendirikan sekolah dengan gedung yang sangat bagus. Guru-guru semua selalu ada di tempat, lalu kenapa anak-anak tidak datang. Saya sangat mengharapkan agar orangtua harus memotivasi anaknya untuk datang ke sekolah,” kata John.
Hal senada disampaikan Kasie Sappras Bidang SD Dispendasbud Mimika Andri Patiung. Andri mengatakan, pendidikan bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tapi tanggung jawab semua pihak. Oleh karena itu, ia sangat berharap kepada aparat kampung untuk meperihatikan masalah ini secara serius. “Unicef ini sangat membantu kami. Kami sangat mengharapkan peran dari kepala kampung sangat penting untuk perkembangan sekolah,” kata John.
Sementara itu Program Manajer YP2KP Angga Trio Wahana mengatakan dengan kegiatan monitoring yang dilakukan ke dua sekolah ini sangat diharapkan agar kendala-kendala yang dihadapi dalam proses pengembangan program literasi dapat ditanggapi secara serius oleh semua pemangku kepentingan, sehingga permasalahan yang dikeluhkan para guru dapat menemukan solusi terbaik demi pengembangan pendidikan di Kabupaten Mimika.
“Setelah kita diskusi mengenai kendala yang dihadapi, kami sangat mengharapkan agar para orangtua lebih peduli dengan pendidikan anak-anak mereka,” kata Angga. (yp2kp)